Kamis, 19 Juni 2014

WNGWT Punye Cerite



WNGWT Punye Cerite Di Sejenuh

 


Personil WNGWT foto bersama sebelum bertolak ke Sejenuh

WNGWT atau Wonoyoso Nat Geo WILD Team adalah nama sebuah klup mancing anak2 yang ngumpul di rumah mama Deb di gang wonoyoso 4, yang keseluruhan beranggotakan BD atau Ferdinand alias Dinan, yang kami plot sebagai ketua, kemudian ada Ian alias cek Ian, Arif alias pak de, Coki, Fani, Obus, Uwis, Bimbim (yang selama ini masih vakum karena tinggal di luar kota) dan saya sendiri tentunya Anthonny Caugar alias Antoni, dan semua anak anak yang ngumpul bareng di rumah mama Deb sebagai simpatisannya. Itulah sekelumit cerita dari kata WNGWT,,, hehehe


Suatu hari WNGWT punya hajatan pergi mancing ke daerah Sejenuh sambil jalan jalan mengarungi indahnya sungai Kapuas menggunakan motor air atau kapal klotok. Setelah rencana tersusun matang, kami bersama sebagian anggota dari klub candi agung yaitu om Taufik atau Om Pet (kepala rombongan), bung Anwar alias Nua, bung Kemal dan pak Ayak mulai bertolak dari pelabuhan kecil di daerah Rasau Jaya menggunakan kapal klotok yang di nahkodai oleh bang Jani. Setelah semua personil sudah lengkap dan siap untuk berangkat ternyata kapal ada sedikit masalah. Sambil menunggu kapal di perbaiki kami nongkrong di sebuah kedai kopi dekat pangkalan kapal. Dari kedai kopi itulah kami semua sudah bisa membayangkan suasana di daerah yang akan kami tuju. Stelah kira kira hampir satu jam, kapal sudah beres, dan kami semua siap berlayar. Kira kira jam 5 sore,, perlahan tapi pasti kapal mulai meninggalkan steher tempatnya bersandar, dan mulai memasuki perairan sungai Kapuas. Dengan kecepatan sedang kapal di pacu oleh sang nahkoda di cerahnya waktu di sore hari.

Ngopi dulu, sambil menunggu kapal di perbaiki

Karena waktu perjalanan memakan waktu yang begitu lama, di perkirakan subuh baru sampai tempat tujuan, jadi untuk menikmati perjalanan masing masing ada yang baring, ada yang dengarkan musik, atau ngobrol di atas atap kapal sambil menikmati pemandangan sungai di waktu menjelang magrib. Setelah 4 jam berlalu kami sampai di daerah Batu Ampar, kami singah untuk membeli keperluan masing masing yang masih kurang seperti rokok, air mineral dan nasi bungkus. Setelah 1 jam kami mulai berangkat lagi. Perjalanan baru kira kira 2 mil tiba tiba kapal kami mengalami sedikit kesalahan teknis. Tiba tiba kenalpot kapal berasap, dan sang nahkoda langsung mematikan mesin kapal. Dengan mati nya mesin, kapal kami jadi tidak ada tenaga pengendali, jadi kondisi kapal hanya mengapung mengikuti arus sungai. Sambil kemudi di arahkan ke pinggir, akhirnya kami bisa merapat. Jantung ku sempat berdetak kencang, di tengah gelap nya malam kapal kami rusak, seperti terdampar di negri antah berantah. Tapi kulihat teman teman semua nya tenang, kekawatiran ku jadi sirna. Walau sempat terjadi benturan kecil tapi kapal berhasil di tambat di antara rimbunya pepohonan Nipah. Suasana sempat hening untuk sejenak, tak lama kemudian pak de alias Arif menelfon seorang temannya yang tinggal di daerah Batu Ampar untuk mencarikan onderdil kapal tersebut, tapi karena kondisi, teman itu tidak bisa mengantarkanya, jadi sang nahkoda langsung ambil tindakan. Dia langsung menurunkan sebuah sampan untuk mengambil onderdil tersebut. Dengan di temani bung Anwar, yang ternyata seorang anggota tim SAR, dengan semangat 45 mereka berdua lansung mendayung sampan tanpa rasa gugup dan takut sedikitpun, Setelah 2 jam kemudian sang nahkoda bersama bung Anwar kembali ke kapal dengan membawa onderdil yang di perlukan. Setelah onderdil tersebut selesai di pasang, mesin kapal berhasil di hidupkan, dan kami semua kembali meneruskan perjalanan.

Merapat
Merapat di Kubu untuk menambah perbekalan yang kurang

Malam terus berjalan seiring deru mesin kapal, Dan seperti tidak mau kalah udara dingin pun mulai menyerang. Satu persatu semua mengatur posisi masing masing. Ada yang mulai masuk ke dalam kapal, ada yang masih ngobrol menemani nahkoda,, yang waktu itu kapal sedang di nahkodai oleng om Pet. Ada juga yang sedang menghayal. Saya sendiri mulai melapis jaket dan mulai merebahkan badan yang sedikit penat dan mata ngantuk. Tidak seberapa lama saya tertidur, tiba tiba kapal seperti siap siap merapat, dan semua yang tertidur akhirnya terbangun, dan mulai keluar atau duduk di atap kapal, penasaran ingin tau keadaan. Kapal sepertinya memang merapat di sebuah bagan. Saya sendiri kurang tahu tampat apa bagan itu. Ada tiga buah rumah papan beratapkan daun dan berdiri persis di tepian sungai, dan yang pasti banyak sekali sampan di tambat di sekitar bagan tersebut. Pemilik bagan bernama pak Cik yang saat itu tidak keluar karena cuaca gerimis dan udara sangat dingin. Mungkin juga pak Cik sedang tertidur pulas sambil bermimpi,, hehe,, Kami menambah tiga buah sampan dari bagan pak Cik. Setelah sampan selesai di ikat kapal, kami mulai berangkat lagi. Jadi total sampan yang kami bawa ada 8 buah. Saat itu kira kira pukul 4.30 subuh. Jadi saya fikir bagan itu seperti tempat pangkalan sampan. Begitu lah kira kira,,,.

Wajah sungai Sejenuh yang anggun da tenang


Tepat jam 5.30 pagi kapal mulai berhenti dan di tambat di pohon pohon nipah. Walau masih sedikit berkabut, jingganya mentari mulai muncul menyambut rombongan kami dari arah timur. Kawanan burung cucak hijau seperti tak mau berhenti berkicau sambil menghibur kami waktu sarapan dan minum kopi. Setelah kami selesai sarapan dan ngopi, masing masing mulai menyiapkan senjatanya. Satu demi satu joran pancing mulai di kelurkan dan di siapkan. Ada juga sebagian yang mulai menurunkan sampan. Delapan orang mulai mengayuh sampan menuju tujuan dengan cara dan selera nya, Sisanya kami berempat termasuk saya memancing dari atas kapal.
    
Jam 5.15 pagi kami sampai lokasi yang di tuju
Karena saya memancing dari atas kapal, maka saya bisa lebih santai dari teman – teman yang memancing memakai sampan. Saya tidak perlu mendayung kesana kemari. Setiap 15 menit umpan tidak di makan, kami minta pada sang kapten kapal untuk pindah lokasi. Setiap kapal pindah, teman – teman yang menggunakan smpan ikut pindah juga, mereka mengikuti kapal dengan cara mendayung sampan masing – masing, dan sampan di tambat di sekitar kapal. Walaupun arus sungai tidak begitu deras, tapi bagi mereka yang menggukan sampan tetap agak sedikit ekstra tenaga, karena setiap kali pindah lokasi mereka harus mendayung sanpam. Berbeda dengan saya bisa agak sedikit santai. Bahkan saya bisa sambil baring – baring di atas atap kapal sambil sesekali melirik joran pancing. Setiap joran bergerak maka harus segera di angkat, dengan penuh perasaan di angkat perlahan. Siapa tau umpan kita di makan oleh udang atau ikan. Tapi dari pergerakan ujung joran biasanya kami sudah bisa menebak itu udang atai ikan. Bahkan sampah sekalipun yang nyangkut di ujung mata pancing kami sudah bisa tau kalau itu bukan udang atau ikan.
Saya dan Obus sedang mempersiapkan semua joran pancing
Di antara kami berempat yang mancing dari atas kapal Cuma Fani yang sering dapat, walau hanya udang telok atau udang amoy (udang putih). Tetapi ada juga mendapat udang galah atau OSB (Oendang Sapit Biru) kira – kira dua ekor. Begitu juga cek Ian dan Obus. Mereka bertiga lebih sibuk dari saya karena pancing mereka lebih sering mendapat udang atau ikan dari pada pancing saya. Saya juga sedikit heran. Padahal kalau di pikir semuanya sama. Umpan kami sama,, tempat kami sama,, dan joran kami juga sama. Setelah saya ambil kesimpulan, mungkin kesabaran kami yang yang agak sedikit berbeda. Mereka bertiga lebih sabar dari saya. Karena kunci memancing yang utama adalah kesabaran

Foto - foto layaknya model hehe,,
Karena terlalu asyik memancing, tak terasa matahari sudah tepat berada di atas  kita. Panasnya sangat menyengat dan membakar kulit. Untuk teman – teman yang menggunakan sampan terpaksa harus menambat sampanya di bawah rerimbunan pohon Nipah di tepian sungai. Sedangkan yang berada di atas atap kapal tidak bisa mengelakkan dari sengatan sinar matahari. Kostum kami rata – rata serba panjang dan tertutup. Kaos lengan panjang, dan baju juga harus lengan panjang, dan tidak lupa topi. Bahkan ada juga yang memakai topi ala topeng ninja. Biarpun sinar matahari terus membakar, tapi kami tidak sedikitpun perduli dengan semua itu. Yang ada dalam benak kami hanya udang,, udang,, udang,, OSB,, hehe. Tetapi lain dengan Cek Ian, dia justru hanya memakai celana pendek saja dengan setelan atas telanjang dada.
Cek Ian jadi turis di Sejenuh
Terlihat seperti seorang turis yang sedang melakukan sebuah expedisi hehe,,. Ketika kami semua sedang memancing, sang nahkoda dengan santai melakukan aktifitasnya sendiri yaitu memasak untuk makan siang kami semua. Setelah masakan siap tersaji lantas dia memanggil kami semua untuk makan siang. Untuk mereka yang mancing bersampan harus merapat dulu ke kapal ketika mau makan. Setelah makan siang selesai mereka yang bersampan langsung turun ke sampan masing – masing dan lanjut kembali memancing.
*
Selesai mancing kami semua menikmati keindahan sungai Sejenuh dari atas kapal di sore hari

Kami semua tetap lanjut memancing sampai sore. Ketika waktu telah menunjukan pukul 5 sore, baru kami stop memancing dan kembali ke kapal. Semua sampan kami ikat di belakang kapal, dan sebagian di naikan ke atas atap kapal. Tak ketinggalan juga semua joran pancing juga kami kumpulkan jadi satu di depan kapal, dan kami mulai bersih – bersih dan mandi. Kami mandi di buritan kapal, Setelah selesai mandi dan bersih bersih kapal mulai berjalan, dan kami semua kembali ke bagan pak Cik yang jarak tempuhnya kira – kira 1 jam. Setelagh sampai di bagan hari sudah mulai gelap, dan kapal mulai di tambat di seteher bagan. Sebenarnya kami ada rencana akan mancing lagi dari atas kapal setelah sampai di bagan, tapi niat itu kami urungkan karena cuaca agak sedikit gerimis., jadi kami hanya ngobrol sambil baring – baring di dalam kapal. Sebagian dari kami ada juga yang naik ke bagan pak Cik. Tak terkecuali dengan saya juga naik ke bagan. Tak lama udara mulai dingin dan hujan agak sedikit lebat. Ketika di dalam bagan saya mencoba untuk baring sambil meluruskan pinggang yang agak sedikit penat. Tanpa di sadari saya mulai terlelap dan tertidur pulas. Ketika semua teman – teman membangunkan saya, rupanya jam telah menunjukan jam 4.30 subuh.
Waktu istirahat, joran pancing di simpan jadi satu
Kami semua bangun dan mulai bersiap – siap kembali kea lam kapal karena jam 5 kapal akan segera berlayar kembali menuju areal pemancingan.. Sembari kapal berjalan, kami mulai merebus air panas untuk membuat kopi. Karena udara subuh masih terasa dingin dan berkabut, saya memilih melanjutkan tidur di dalam kapal. Tetapi semua teman – teman mulai menyiapkan joran pancing dan sampan masing – masing, Ketika semua joran pancing sudah siap mereka mulai sarapan mie instan yang sudah di sediakan oleh bang Jani sang nahkoda. Perlahan dari arah timur fajar mulai terlihat, dan saya mulai bangun dan gabung dengan mereka untuk menikmati sarapan.

Pindah lokasi, simpan harus di tarik

Di hari ke dua kami tetap memancing seperti di hari pertama. Semua sesuai gaya dan seleranya masing – masing. Setelah tengah hari semua yang memancing besampan tetap harus kembali ke kapal untuk makan siang, dan setelah selesai makan siang mereka semua akan siap turun kembali untuk melanjutkan mancing. Setelah waktu telah menunjukan jam 5 sore, semua yang menggunakan sampan mulai naik ke atas kapal. Mancing selama tiga hari sudah selesai. Kami semua mulai berkemas kemas, karena setelah selesai mandi dan makan, kami semua akan bersiap untuk berlayar pulang.

BD dan Arip sedang mencari lokasi yang tepat untuk menambat sampannya
Kali ini perjalanan pulang akan lebih cepat dari pada waktu perginya, karena kecepatan kapal di setel lebih laju. Itulah hajatan kami WNGWT punye cerite di Sejenuh.

Anthonny Caugar WNGWT 

2 komentar:

  1. Bravo om anton.. jg kangen ke sejenuh lg bersama tim WNGWT
    see u next mont at july 4 2014

    BalasHapus
  2. Mau tanya Om, sejenu itu tepatnya daerah mana ya?

    BalasHapus