WNGWT Punye Cerite Di Sejenuh
|
Personil WNGWT foto bersama sebelum bertolak ke Sejenuh |
WNGWT atau Wonoyoso Nat Geo WILD Team adalah nama sebuah klup mancing anak2
yang ngumpul di rumah mama Deb di gang wonoyoso 4, yang keseluruhan
beranggotakan BD atau Ferdinand alias Dinan, yang kami plot sebagai ketua, kemudian ada Ian alias cek Ian, Arif alias pak de, Coki, Fani, Obus, Uwis,
Bimbim (yang selama ini masih vakum karena tinggal di luar
kota) dan saya sendiri tentunya Anthonny Caugar alias Antoni,
dan semua anak anak yang ngumpul bareng di rumah mama Deb sebagai
simpatisannya. Itulah sekelumit cerita dari kata WNGWT,,, hehehe
Suatu hari WNGWT punya hajatan pergi mancing ke
daerah Sejenuh sambil jalan jalan mengarungi indahnya sungai Kapuas
menggunakan motor air atau kapal klotok. Setelah rencana tersusun matang, kami
bersama sebagian anggota dari klub candi
agung yaitu om Taufik atau Om Pet (kepala
rombongan), bung Anwar alias Nua, bung Kemal dan
pak Ayak mulai bertolak dari pelabuhan kecil di daerah Rasau Jaya
menggunakan kapal klotok yang di nahkodai oleh bang Jani. Setelah semua personil
sudah lengkap dan siap untuk berangkat ternyata kapal ada sedikit masalah.
Sambil menunggu kapal di perbaiki kami nongkrong di sebuah kedai kopi dekat
pangkalan kapal. Dari kedai kopi itulah kami semua sudah bisa membayangkan
suasana di daerah yang akan kami tuju. Stelah kira kira hampir satu jam, kapal
sudah beres, dan kami semua siap berlayar. Kira kira jam 5 sore,, perlahan tapi
pasti kapal mulai meninggalkan steher tempatnya bersandar, dan mulai memasuki
perairan sungai Kapuas. Dengan kecepatan sedang kapal di pacu oleh sang nahkoda
di cerahnya waktu di sore hari.
|
Ngopi dulu, sambil menunggu kapal di perbaiki |
|
Karena waktu perjalanan memakan waktu
yang begitu lama, di perkirakan subuh baru sampai tempat tujuan, jadi untuk
menikmati perjalanan masing masing ada yang baring, ada yang dengarkan musik,
atau ngobrol di atas atap kapal sambil menikmati pemandangan sungai di waktu
menjelang magrib. Setelah 4 jam berlalu kami sampai di daerah Batu Ampar, kami
singah untuk membeli keperluan masing masing yang masih kurang seperti rokok, air mineral dan
nasi bungkus. Setelah 1 jam kami mulai berangkat lagi. Perjalanan baru kira
kira 2 mil tiba tiba kapal kami mengalami sedikit kesalahan teknis. Tiba tiba
kenalpot kapal berasap, dan sang nahkoda langsung mematikan mesin kapal. Dengan
mati nya mesin, kapal kami jadi tidak ada tenaga pengendali, jadi kondisi kapal
hanya mengapung mengikuti arus sungai. Sambil kemudi di arahkan ke pinggir,
akhirnya kami bisa merapat. Jantung ku sempat berdetak kencang, di tengah gelap
nya malam kapal kami rusak, seperti terdampar di negri antah berantah. Tapi
kulihat teman teman semua nya tenang, kekawatiran ku jadi sirna. Walau sempat
terjadi benturan kecil tapi kapal berhasil di tambat di antara rimbunya
pepohonan Nipah. Suasana sempat hening untuk sejenak, tak lama kemudian pak de
alias Arif menelfon seorang temannya yang tinggal di daerah Batu Ampar untuk
mencarikan onderdil kapal tersebut, tapi karena kondisi, teman itu tidak bisa
mengantarkanya, jadi sang nahkoda langsung ambil tindakan. Dia langsung
menurunkan sebuah sampan untuk mengambil onderdil tersebut. Dengan di temani
bung Anwar, yang ternyata seorang anggota tim SAR, dengan semangat 45 mereka
berdua lansung mendayung sampan tanpa rasa gugup dan takut sedikitpun, Setelah
2 jam kemudian sang nahkoda bersama bung Anwar kembali ke kapal dengan membawa
onderdil yang di perlukan. Setelah onderdil tersebut selesai di pasang, mesin
kapal berhasil di hidupkan, dan kami semua kembali meneruskan perjalanan.
|
Merapat di Kubu untuk menambah perbekalan yang kurang |
|
|
Malam terus berjalan seiring deru mesin kapal, Dan seperti tidak mau
kalah udara dingin pun mulai menyerang. Satu persatu semua mengatur posisi
masing masing. Ada yang mulai masuk ke dalam kapal, ada yang masih ngobrol
menemani nahkoda,, yang waktu itu kapal sedang di nahkodai oleng om Pet. Ada
juga yang sedang menghayal. Saya sendiri mulai melapis jaket dan mulai
merebahkan badan yang sedikit penat dan mata ngantuk. Tidak seberapa lama saya
tertidur, tiba tiba kapal seperti siap siap merapat, dan semua yang tertidur
akhirnya terbangun, dan mulai keluar atau duduk di atap kapal, penasaran ingin
tau keadaan. Kapal sepertinya memang merapat di sebuah bagan. Saya sendiri
kurang tahu tampat apa bagan itu. Ada tiga buah rumah papan beratapkan daun dan
berdiri persis di tepian sungai, dan yang pasti banyak sekali sampan di tambat
di sekitar bagan tersebut. Pemilik bagan bernama pak Cik yang saat itu
tidak keluar karena cuaca gerimis dan udara sangat dingin. Mungkin juga pak Cik
sedang tertidur pulas sambil bermimpi,, hehe,, Kami menambah tiga buah sampan
dari bagan pak Cik. Setelah sampan selesai di ikat kapal, kami mulai berangkat
lagi. Jadi total sampan yang kami bawa ada 8 buah. Saat itu kira kira pukul
4.30 subuh. Jadi saya fikir bagan itu seperti tempat pangkalan sampan. Begitu
lah kira kira,,,.
|
Wajah sungai Sejenuh yang anggun da tenang |
Tepat jam 5.30 pagi kapal mulai berhenti
dan di tambat di pohon pohon nipah. Walau masih sedikit berkabut, jingganya mentari
mulai muncul menyambut rombongan kami dari arah timur. Kawanan burung cucak
hijau seperti tak mau berhenti berkicau sambil menghibur kami waktu sarapan dan
minum kopi. Setelah kami selesai sarapan dan ngopi, masing masing mulai
menyiapkan senjatanya. Satu demi satu joran pancing mulai di kelurkan dan di
siapkan. Ada juga sebagian yang mulai menurunkan sampan. Delapan orang mulai
mengayuh sampan menuju tujuan dengan cara dan selera nya, Sisanya kami berempat
termasuk saya memancing dari atas kapal.
|
Jam 5.15 pagi kami sampai lokasi yang di tuju |
Karena saya memancing dari atas kapal, maka saya bisa lebih santai dari
teman – teman yang memancing memakai sampan. Saya tidak perlu mendayung kesana
kemari. Setiap 15 menit umpan tidak di makan, kami minta pada sang kapten kapal
untuk pindah lokasi. Setiap kapal pindah, teman – teman yang menggunakan smpan
ikut pindah juga, mereka mengikuti kapal dengan cara mendayung sampan masing –
masing, dan sampan di tambat di sekitar kapal. Walaupun arus sungai tidak
begitu deras, tapi bagi mereka yang menggukan sampan tetap agak sedikit ekstra
tenaga, karena setiap kali pindah lokasi mereka harus mendayung sanpam. Berbeda
dengan saya bisa agak sedikit santai. Bahkan saya bisa sambil baring – baring
di atas atap kapal sambil sesekali melirik joran pancing. Setiap joran bergerak
maka harus segera di angkat, dengan penuh perasaan di angkat perlahan. Siapa
tau umpan kita di makan oleh udang atau ikan. Tapi dari pergerakan ujung joran
biasanya kami sudah bisa menebak itu udang atai ikan. Bahkan sampah sekalipun
yang nyangkut di ujung mata pancing kami sudah bisa tau kalau itu bukan udang
atau ikan.
|
Saya dan Obus sedang mempersiapkan semua joran pancing |
Di antara kami berempat yang mancing dari atas kapal Cuma Fani yang
sering dapat, walau hanya udang telok atau udang amoy (udang putih). Tetapi ada
juga mendapat udang galah atau OSB (Oendang Sapit Biru) kira – kira dua ekor.
Begitu juga cek Ian dan Obus. Mereka bertiga lebih sibuk dari saya karena
pancing mereka lebih sering mendapat udang atau ikan dari pada pancing saya.
Saya juga sedikit heran. Padahal kalau di pikir semuanya sama. Umpan kami
sama,, tempat kami sama,, dan joran kami juga sama. Setelah saya ambil
kesimpulan, mungkin kesabaran kami yang yang agak sedikit berbeda. Mereka
bertiga lebih sabar dari saya. Karena kunci memancing yang utama adalah
kesabaran
|
Foto - foto layaknya model hehe,, |
Karena terlalu asyik memancing, tak
terasa matahari sudah tepat berada di atas
kita. Panasnya sangat menyengat dan membakar kulit. Untuk teman – teman
yang menggunakan sampan terpaksa harus menambat sampanya di bawah rerimbunan
pohon Nipah di tepian sungai. Sedangkan yang berada di atas atap kapal tidak
bisa mengelakkan dari sengatan sinar matahari. Kostum kami rata – rata serba panjang
dan tertutup. Kaos lengan panjang, dan baju juga harus lengan panjang, dan
tidak lupa topi. Bahkan ada juga yang memakai topi ala topeng ninja. Biarpun sinar
matahari terus membakar, tapi kami tidak sedikitpun perduli dengan semua itu.
Yang ada dalam benak kami hanya udang,, udang,, udang,, OSB,, hehe. Tetapi lain
dengan Cek Ian, dia justru hanya memakai celana pendek saja dengan setelan atas
telanjang dada.
|
Cek Ian jadi turis di Sejenuh |
Terlihat seperti seorang turis yang sedang melakukan sebuah
expedisi hehe,,. Ketika kami semua sedang memancing, sang nahkoda dengan santai
melakukan aktifitasnya sendiri yaitu memasak untuk makan siang kami semua.
Setelah masakan siap tersaji lantas dia memanggil kami semua untuk makan siang.
Untuk mereka yang mancing bersampan harus merapat dulu ke kapal ketika mau
makan. Setelah makan siang selesai mereka yang bersampan langsung turun ke
sampan masing – masing dan lanjut kembali memancing.
*
|
Selesai mancing kami semua menikmati keindahan sungai Sejenuh dari atas kapal di sore hari |
Kami semua
tetap lanjut memancing sampai sore. Ketika waktu telah menunjukan pukul 5 sore,
baru kami stop memancing dan kembali ke kapal. Semua sampan kami ikat di
belakang kapal, dan sebagian di naikan ke atas atap kapal. Tak ketinggalan juga
semua joran pancing juga kami kumpulkan jadi satu di depan kapal, dan kami
mulai bersih – bersih dan mandi. Kami mandi di buritan kapal, Setelah selesai
mandi dan bersih bersih kapal mulai berjalan, dan kami semua kembali ke bagan
pak Cik yang jarak tempuhnya kira – kira 1 jam. Setelagh sampai di bagan hari
sudah mulai gelap, dan kapal mulai di tambat di seteher bagan. Sebenarnya
kami ada rencana akan mancing lagi dari atas kapal setelah sampai di bagan,
tapi niat itu kami urungkan karena cuaca agak sedikit gerimis., jadi kami hanya
ngobrol sambil baring – baring di dalam kapal. Sebagian dari kami ada juga yang
naik ke bagan pak Cik. Tak terkecuali dengan saya juga naik ke bagan. Tak lama
udara mulai dingin dan hujan agak sedikit lebat. Ketika di dalam bagan saya
mencoba untuk baring sambil meluruskan pinggang yang agak sedikit penat. Tanpa
di sadari saya mulai terlelap dan tertidur pulas. Ketika semua teman – teman
membangunkan saya, rupanya jam telah menunjukan jam 4.30 subuh.
|
Waktu istirahat, joran pancing di simpan jadi satu |
Kami semua
bangun dan mulai bersiap – siap kembali kea lam kapal karena jam 5 kapal akan
segera berlayar kembali menuju areal pemancingan.. Sembari kapal berjalan, kami
mulai merebus air panas untuk membuat kopi. Karena udara subuh masih terasa
dingin dan berkabut, saya memilih melanjutkan tidur di dalam kapal. Tetapi
semua teman – teman mulai menyiapkan joran pancing dan sampan masing – masing,
Ketika semua joran pancing sudah siap mereka mulai sarapan mie instan yang
sudah di sediakan oleh bang Jani sang nahkoda. Perlahan dari arah timur fajar
mulai terlihat, dan saya mulai bangun dan gabung dengan mereka untuk menikmati
sarapan.
|
Pindah lokasi, simpan harus di tarik |
Di hari ke dua kami tetap memancing seperti di hari pertama.
Semua sesuai gaya dan seleranya masing – masing. Setelah tengah hari semua yang memancing
besampan tetap harus kembali ke kapal untuk makan siang, dan setelah selesai makan siang mereka semua akan siap turun kembali untuk melanjutkan mancing. Setelah waktu telah menunjukan jam 5 sore, semua yang menggunakan sampan mulai naik ke atas kapal. Mancing selama tiga hari sudah selesai. Kami semua mulai berkemas kemas, karena setelah selesai mandi dan makan, kami semua akan bersiap untuk berlayar pulang.
|
BD dan Arip sedang mencari lokasi yang tepat untuk menambat sampannya |
Kali ini perjalanan pulang akan lebih cepat dari pada waktu perginya, karena kecepatan kapal di setel lebih laju. Itulah hajatan kami WNGWT punye cerite di Sejenuh.
Anthonny Caugar WNGWT
Bravo om anton.. jg kangen ke sejenuh lg bersama tim WNGWT
BalasHapussee u next mont at july 4 2014
Mau tanya Om, sejenu itu tepatnya daerah mana ya?
BalasHapus