Kamis, 12 Juni 2014

DEFORESTASI



Deforestasi Di Hutan Borneo

Apa yang terlintas dalam benak anda jika mendengar kata Borneo atau Kalimantan. Pasti anda langsung tertuju pada gambaran suatu daratan luas dengan hutan belantara yang begitu lebat dengan pohon – pohon yang sangat besar berdiameter tiga pelukan manusia dewasa bahkan lebih. Memang itu benar adanya. Borneo adalah nama lain dari kata Kalimantan. Nama Borneo di dapat dari kolonial Belanda, tapi dengan berkembangnya waktu perlahan lahan kata itu mulai jarang di pergunakan dalam percakapan sehari hari. Orang lebih sering menyebut dengan nama Kalimantan, walaupun nama Borneo itu sendiri tidak lantas di hilangkan begitu saja.


Kalimantan adalah pulau terbesar ke 3 di dunia. Kalimantan sacara administrative di kuasai oleh tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussallam. Kalimantan terletak di lintasan garis Ekuator atau Katulistiwa, dan untuk hutannya termasuk kriteria hutan hujan. Dengan hutan yang sedemikian luasnya maka hutan Kalimantan termasuk hutan yang menopang paru – paru dunia. Maka dari itu isi hutan Kalimantan sangat beragam, baik dari tumbuh - tumbuhan dan hewan liar nya
.
Dengan hutan belantara yang begitu luas maka hutan Kalimantan merupakan rumah atau habitat bagi berbagai jenis hewan, tumbuhan dan juga serangga. Bahkan jenis hewan dan tumbuhan yang berasal dari hutan Kalimantan belum tentu di miliki oleh hutan – hutan lain di dunia ini. Hutan Kalimantan merupakan habitat hewan Beruang Madu (Helarctos malayanus), Harimau dahan (Neofelis diardi), Burung Enggang/Rangkong (Buceros / rhinoplax virgil), Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), Orangutan (Pongo pygmaeus), Gajah Kerdil Borneo (Elephas maximus borneensis), dan juga Bekantan (Nasalis lavartus). Beruang madu dan Harimau dahan selain di Kalimantan terdapat juga di Negara Asia lainnya seperti di China dan India. Burung Enggang/Rangkong terdapat juga di Afrika dan Amerika utara. Pesut/lumba –lumba air tawar selain di sungai Mahakam terdapat juga di sungai Amazon. Orangutan selain di Kalimantan ada juga terdapat di pulau Sumatra. Kusus untuk gajah ceritanya agak unik. Keberadaan Gajah Kerdil Borneo masih menjadi perdebatan oleh para ahli dan ilmuwan.

Meskipun sama – sama meyakini sebagai subspecies gajah asia (Elephas maximus), sebagian berpendapat bahwa gajah kerdil borneo merupakan hewan introduksi, sedangkan pihak lain berkeyakinan merupakan subspecies tersendiri yang asli dan endemik Kalimantan. Lain halnya dengan Bekantan. Bekantan merupakan satwa endemik Kalimantan, artinya hewan ini tidak ada yang berasal dari daerah lain kecuali hanya terdapat dan berasal dari Kalimantan saja. Selain itu ada juga hewan lain seperti trenggiling, buaya muara dan monyet drakula. Kusus untuk monyet Drakula pernah dinyatakan punah, tapi di tahun 2004 di temukan lagi oleh seorang ilmuwan Bren Loken dari Simon Fraser Uneversity Canada yang sedang berekspedisi. Dan sejak saat itu keberadaanya mulai di data kembali. Ada juga di temukan serangga jenis Semut predator yang berukuran super jumbo dengan panjang hampir 5 cm terdapat di hutan Kalimantan. Dengan berbagai cara pemerintah sekarang mulai melindungi hewan – hewan tersebut dari ambang kepunahan, dan masuk dalam daftar Konservasi dengan status “RAWAN”. Bahkan sebagian nama – nama hewan tersebut di jadikan maskot untuk nama kota – kota besar di Kalimantan seperti Burung Enggang di pakai sebagai maskot kota Pontianak. Pesut Mahakam untuk kota Samarinda. Beruang madu untuk kota Balikpapan. Bekantan untuk kota Banjarmasin. Sedangkan kota Palangkaraya memakai maskot Mandau dan Sumpit, yang merupakan senjata tradisional etnis Dayak


Begitu juga dengan jenis flora atau tumbuh – tumbuhan nya. Hutan Kalimantan merupakan hutan yang di tumbuhi jenis pohon – pohon yang berukuran raksasa dengan kualitas kayu terbaik di dunia, seperti pohon Belian atau Ulin. Karena begitu kuat dan keras jenis kayunya, maka kayu pohon Belian atau Ulin sering di sebut orang dengan sebutan kayu Kalimantan atau kayu besi. Selain pohon Belian atau Ulin, ada juga jenis pohon – pohon dengan kualitas kayu terbaik yang hampir setara kualitasnya dengan Belian atau Ulin yaitu, Mabang, Bekirai, Jelutung, Ramin, Meranti, Klansau, Gaharu, Tembesuk, Tengkawang dan masih banyak lagi jenis – jenis pohon dengan kualitas kayu terbaik. Seperti tak mau kalah dengan jenis pohon besarnya, hutan Kalimantan juga banyak di tumbuhi dengan beraneka ragam tanaman hias seperti ratusan jenis Anggrek hutan terdapat di dalamnya. Bahkan banyak juga jenis Anggrek baru yang di temukan oleh para ilmuwan di dalam hutan Kalimantan, yang semua itu belum tentu ada di belahan hutan manapun.

Kekayaan hutan yang sangat hayati ini tidak lantas membuat kesadaran masyarakat atau pemerintah kita untuk memelihara atau melestarikan hutan dengan benar. Bahkan Kalimantan termasuk salah satu daerah yang paling tinggi tingkat perusakan lingkungan dan hutannya. Dengan penebangan hutan atau Illegal loging secara besar – besaran yang di lakukan oleh perusahaan pengolahan kayu yang tidak memegang ijin HTI, dan para oknum yang tidak bertanggung jawab, bisa membuat wajah hutan Kalimantan berubah secara drastis. Setiap detik Kalimantan bisa kehilangan hutan seluas 1 ha, atau setara 300 ukuran lapangan bola per jam. Penebangan hutan yang liar ini menyebabkan musnahnya 137 jenis tanaman. Spesies hewan dan serangga hilang setiap hari. Hutan Kalimantan yang jadi penopang paru – paru dunia, dan merupakan rumah dan habitat hewan liar di sikat habis – habisan tanpa kecuali. Hutan Kalimantan yang dulunya hijau, rimbun dan lebat kini berubah menjadi coklat, gundul, tandus dan gersang. Tidak pernah lagi terlihat burung Enggang terbang di sepanjang kanopi hutan. Tidak pernah juga terdengar kicauan burung Cucak hijau di pagi hari, atau nyanyian monyet Kalempiao di sepanjang kanopi hutan. Semua suara itu telah di gantikan oleh suara alat berat Buldozer dan mesin pemotong atau Chainsaw yang menderu – deru di dalam hutan.

Perlahan tapi pasti wajah hutan Kalimantan telah berubah. Banyak aktifitas seperti pembalakan hutan liar / pemotongan kayu terjadi di dalam hutan. Bahkan banyak sawmill dadakan berdiri di dalam hutan untuk melakukan aktifitas penebangan hutan liar, tanpa memikirkan dampak dan akibatnya untuk manusia, hewan dan hutan itu sendiri. Tahun 2005 tercatat sekitar 0,89 meter kubik kayu yang di hasilkan dari Illegal loging.

Di Indonesia luas hutan yang rusak dan tidak berfungsi dengan optimal mencapai 59,6 juta hektar. Kerusakan hutan ini jelas – jelas merugikan manusia dan juga hewan. Di kabupaten Ketapang Kalimantan Barat sasaran pembalakan liar adalah Taman Nasional Gunung Palung (TNGP). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan ini berlangsung. Sudah 80% dari 90.000 ha luas TNGP sudah di rambah para penebang dan mengalami kerusakan hebat. Para penebang yang di bayar untuk menebang pohon di perkirakan jumlahnya sekitar 2000 orang dengan menggunakan mesin pemotong chainsaw.


Selain itu di hutan Kapuas Hulu pembalakan hutan liar tidak kalah mengerikan. Kayu – kayu yang di tebang langsung di olah menjadi balok dalam berbagai ukuran 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm dengan panjang rata – rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ke Malaysia sekitar 50 – 60 truk. Menurut Sekjen “Silva Indonesia”, pengangkutan kayu ini terjadi siang malam di hadapan mata aparat instansi yang berwenang tanpa ada pemungutan dana reboisasi atau dana pajak apapun. Di Kalimantan populasi Orangutan dan Bekantan terus berkurang. Dampak dari kehilangan hutan ini menyebabkan munculnya berbagai macam wabah penyakit. Selain itu kita terancam kehilangan sekitar 25% sumber obat – obatan berasal dari spesies tanaman yang terdapat di hutan. Bencana banjir bandang juga sering terjadi akibat perubahan pemanfaatan penggunaan lahan untuk kawasan hutan lindung berubah menjadi kawasan hutan dengan pemanfaatan terbatas. Perubahan pemanfaatan lahan inilah yang memberi celah bagi beberapa pihak untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam hutan seperti Illegal loging.

Alam telah mewariskan hutan dan semua isinya untuk kita jaga agar tetap lestari, tapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Pembalakan hutan liar atau Illegal loging yang di lakukan secara besar – besaran sudah membuat hutan Kalimantan dalam kondisi “kritis” dan di ambang kehancuran. Tidak bisa kita bayangkan apa jadinya nanti generasi penerus kita hidup tanpa adanya hutan dan hewan liar. Keseimbangan alam jelas tidak akan pernah terjadi seperti dulu lagi. Untuk memulihkan kembali hutan seperti dulu setidaknya di perlukan waktu kira – kira 100 – 150 tahun ke depan, atau sama dengan waktu 6 generasi. Itu adalah bukan waktu yang sebentar untuk sebuah proses perbaikan. Dalam hal ini penulis hanya ingin menggugah atau sekedar mengingatkan semua para pembaca, rupanya kejadian yang kita alami seperti semua ini ternyata merupakan hal yang tidak main – main. Tapi semua ini adalah masalah yang memerlukan penangana yang sangat serius dari semua pihak yang terkait. Mulai dari sekarang mulailah menanamkan pada generasi di bawah kita tentang betapa pentingnya pemanfaatan fungsi hutan untuk kita semua.
  
Dalam hal ini penulis sangat mengharapkan atensi dan apresiasi para pembaca yang budiman. Terima kasih  

Pontianak, September 2013. AC WNGWT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar